JAKARTA – Kelangkaan Garam yang saat ini dirasakan masyarakat menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kemungkinan adanya kartel yang mengendalikan harga dan pasokan garam nasional, dan bahwa industri garam tidak suka dengan kebijakan pemerintah sekarang yang memberikan monopoli impor garam kepada PT Garam sebagai perusahaan milik negara.
Dalam keterangannya yang diunggah di situs resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam format tanya-jawab, Selasa (1/8), Menteri Susi ditanya apakah ada kartel garam yang bermain di Indonesia.
“Bisa jadi. Dulu terjadi kebocoran garam impor yang dilakukan oleh industri importir garam, mereka impor lebih dari kapasitas produksi mereka. Akhirnya mereka menjadi trader (pedagang), separuh lebih bocor ke pasar konsumsi,” jawab Susi.
“Sekarang dengan pengaturan ini mereka tidak suka. Dari dulu impor garam industri rata-rata per tahun 2 juta ton namun bocor ke pasar garam konsumsi. Garam ini masuk pada saat petambak panen dan harga petambak jadi jatuh.”
Menteri Susi menambahkan kementerian yang dia pimpin bertanggung jawab atas kesejahteraan petambak garam, sehingga dari awal menjabat dia meminta agar KKP dilibatkan dalam memutuskan kapan boleh impor garam.
Permintaannya itu diluluskan dengan adanya Undang-undang No. 7 tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya dan Petambak Garam, sehingga KKP punya kewenangan untuk mengawasi impor garam.
Namun ternyata menurut dia masih ada oknum yang mengimpor garam melebihi kuota dan yang lebih membahayakan lagi kelebihan stok garam produksi dijual sebagai garam konsumsi.
“Kami ingin agar garam konsumsi yang boleh impor hanya PT Garam. Importir industri tidak suka karena sekarang yang boleh impor garam konsumsi hanya PT Garam. Pemerintah tugaskan PT Garam untuk membeli, menyerap, produksi, dan menyangga harga garam petambak,” tegasnya.
“Kalau ada perusahaan industri diberi izin untuk kepentingan industrinya tapi dijual ke konsumen, laporkan! Kita monitor dan awasi bersama,” kata Susi.
Dia juga berkomentar soal kasus hukum yang menjerat Direktur Utama PT Garam Achmad Boediono, yang dituduh menjual garam industri sebagai garam konsumsi dengan mengganti kemasan.
“Sepertinya dengan ikutnya KKP mengatur dan mengawasi, banyak yang terganggu. Pada saat impor pertama PT Garam, kena masalah hukum karena yg diimpor kode HS-nya garam industri. Yang mengatur impor adalah Kementerian Perdagangan. Jadi stop,” kata Susi.
“Garam industri itu tidak ada bea masuk sama sekali. Garam konsumsi kena bea masuk 10%. Harusnya sama-sama garam ya kalau nol, nol semua. Awalnya kita umumkan rekomendasi 75.000 ton impor.
garam, karena petambak kita akan panen awal September. Ehhh malah sudah ada yang omong akan impor 2,1 juta ton.” (***)
Sumber: Berita Satu