WARNAJAMBI.COM, JAMBI – Presiden RI Ir. H. Joko Widodo resmi mengeluarkan larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO ( Clude Palm Oil ) oleh yang dimulai pada 28 April membuat ketidakstabilan harga Tandan Buah Sawit ( TBS ) dikalangan para petani. Meski telah mengeluarkan larangan ekspor minyak goreng, berbagai provinsi terkhusus Provinsi Jambi harga TBS turun drastis bahkan semakin anjlok. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang tidak lagi melakukan produksi dikarenakan keterbatasan daya tampung CPO , hal ini sangat memilukan bagi petani sawit apalagi akan menghadapi hari raya idul fitri.
Di Indonesia sendiri kebutuhan minyak goreng secara nasional sebanyak 200 juta liter perbulan, tidak sebanding dengan Produksi CPO Perusahaan sawit nasional maupun Perusahaan swasta yang mencapai 46,88 juta ton pertahun.
Kebijakan pelarangan Ekspor CPO dan minyak Goreng oleh Presiden Jokowi sepertinya imbas dari kementerian Perdagangan yang tidak mampu memastikan ketersediaan minyak goreng satu harga ditambah lagi dengan ditangkapnya Dirjen Perdagangan dalam kasus pemberian pemberian fasilitas ekspor minyak mentah. Padahal pemerintah melalui menteri perdagangan telah mengeluarkan permendag No.11 Tahun 2022 tentang penetapan Harga eceran tertinggi minyak goreng curah serta pemberian subsidi keprodusen dan distributor minyak goreng curah bahkan telah memberikan BLT minyak goreng yang langsung diberikan secara simbolis oleh Presiden Joko widodo.
Menurut Christian Napitupulu selaku Kordinator KKRJ ( Koalisi Kedaulatan Rakyat Jambi ) bahwa kebijakan pembatasaan Ekspor bukanlah cara yang ampuh dan epektif menurunkan harga minyak goreng , bahkan mampu membawa kesengsaraan bagi masyarakat Tani khususnya petani sawit.
” Seharusnya Presiden Jokowi lebih baik membenahi sistem distribusi minyak goreng yang sampai saat ini masih dikuasai oleh kartel – kartel , segera membangun industrialisasi minyak goreng secara nasional yang terletak di daerah – daerah penghasil produksi sawit untuk menjaga ketersediaan minyak goreng secara berkala, “ungkap Christian, Selasa (27/4/2022).
“Kebijakan pembatasan Ekspor minyak goreng juga dapat merugikan Devisa Negara sebesar 429,7 triliun (pada 2021) dan mampu memicu kebijakan balasan oleh pemerintah luar negeri yang bergantung pada pasokan minyak sawit mentah milik Indonesia, ” Tambah Christian.
Christian juga menilai seharusnya presiden Jokowi lebih baik membubarkan PTPN yang fokus membidangi Perkebunan sawit, karena ditengah kelangkaan minyak goreng ini.
“PTPN yang membidangi Perkebunan sawit juga tidak mampu menangani bahkan memberikan solusi terhadap kelangkaan minyak goreng tersebut padahal PTPN adalah salah satu perusahaan yang dimiliki negara untuk menjaga stabilitas ketersediaan bahan baku minyak goreng, “pungkas Christian. (*)